Halalkan atau Tinggalkan

Pagi yang cerah, burung-burung berkicau, embun pagi terasa di pori-pori tubuh, hati begitu tenang suasana kampus mulai sepi. Hari libur kami nikmati dengan penuh damai rerumputan hijau yang menghiasi kampus sejuk dipandang damai di hati. Cuaca hari ini mendukung suasana hati maura yang sedang bahagia semoga Allah meridhoi setiap aktifitas maura.

Di tangga samping kampus berkisar 3 meter, maura duduk Sambil menikmati suasana angin yang sejuk dan udara yang segar ditemani suara burung berkicau. Maura menulis sebuah surat kepada Erwin, Erwin adalah sosok laki-laki yang mencantainya. Maura pun mempunyai perasaan yang sama terhadapnya, mereka telah membuat sebuah komitmen namun maura yang tak ingin berlarut dalam balutan kasih yang mendalam. Maura menulis surat itu dengan penuh harapan dia tidak hanya mengungkapkan isi hatinya tapi mungkin bisa lebih dari itu.

Jika Erwin benar-benar mencintainya maka ungkapan surat dari maura bisa lebih serius lagi. so it’s just a phrase karena bagi maura cinta itu suci dan so jika memang mencintai maka abadikan cinta itu dengan sebuah ikatan. Doa selalu maura panjatkan, menjalankan perintah Allah dan sunnah rasulullah lebih baik dari pada mengikuti kebiasaan remaja-remaja sekarang. 

Walaupun mereka telah membuat komitmen maura yang selalu terbalut dengan keraguan menginginkan kepastian dari Erwin tanpa basa-basi. Dunia bagi maura adalah dongeng semata jika memang benar mencintai maka buatlah sebuah ikatan yang sah. Maura yakin dengan ikatan ini kehidupannya bersama Erwin kelak akan baik-baik saja, karena keputusan ini baginya adalah bentuk dari menjalankan perintah Allah dan sunnah Rasul.

Tiba-tiba datanglah sahabat maura “hei” sapa astika sahabat maura, lalu duduk dekat dengan maura. Terkaget kemudian dengan cepat menutup surat yang ia tulis, wajah maura kemerahan malu terhadap sahabatnya. Astika bertanya kepada maura “kamu sedang apa? Ko’ sendirian?” jawab maura “tidak apa-apa hanya ingin sendirian aja” balas astika “ooo..” astika dengan wajah kebingungan melihat tingkah maura yang berbeda “tidak biasanya maura seperti ini, pasti ada yang disembunyikan tapi apa? berkata dalam hati” astika terdiam sejenak.
Maura kemudian mengagetkan astika “eh, kamu kenapa? ko’ diam? Lagi mikirin jodoh ya?” katanya menggoda astika yang terdiam. Tersenyum “ngk, aku cuman lagi bingung aja akhir-akhir ini kamu ko’ beda ya? Ya…. Sering sendirian, seperti ada yang kamu sembunyikan.. coba deh, kamu cerita siapa tau aku bisa bantu.” Karena melihat maura yang bersikap beda sering sendirian astika mencoba memberikan solusi agar maura dapat menceritakan masalahnya. 
Maura yang menunduk kemudian melihat astika dengan wajah memerah dan lumayan serius, berkata “sebenarnya aku ingin nikah” jawab astika “what?” dengan wajah tersenyum namun kaget dengan ucapan maura “nikah? Kamu sudah siap? kamu yakin?” sekali lagi astika bertanya “emang kamu sudah siap?” menjawabnya santai dan tenang “insya Allah sudah siap” dengan senyuman yang meyakinkan sahabatnya.
Astika terus bertanya kepada maura “Kamu mau nikah sama siapa? Emang Sudah ada calon?” jawab maura dengan penuh senyuman bahagia terlihat di wajahnya “entahlah, sudah lama hati ini ku tetapkan untuk seseorang tapi, sudah lama aku menunggu kepastian itu” bertanya lagi astika “dan dianya bagaimana? Apakah sudah ada kepastian dari dia?” maura dengan wajah sedikit kecewa kemudian menjawab “itu yang ku tunggu-tunggu, menunggu kepastian yang tidak jelas” menunduk kan kepala namun tetap tersenyum.

“Aku jadi penasaran sebenarnya siapa laki-laki itu?” astika bertanya, karena penasaran siapa laki-laki yang sudah memabuat maura terlihat berbeda, hingga maura begitu serius mengambil keputusan untuk menikah. Jawab maura dengan penuh senyuman “kamu pasti kenal” tersenyum dan bertanya kepada maura “mmmm siapa?” dengan spontan maura kemudian menjawab “laki-laki itu Namanya Erwin” astika heran dan sedikit mengerutkan kening “Erwin…” jawab astika dengan pelan.
  
Terdiam lagi dengan wajah yang berbeda seperti tidak ada raut bahagia ketika mendengar sahabatnya maura mengucapkan nama Erwin, isi hati astika berkata “ko’ aku ngk tau ya, kalau maura bersama Erwin. Padahal aku juga suka Erwin.” “kamu kenapa ko’ diam?” tanya maura. Agar maura tidak mengetahui kekecewaanya astika tetap tersenyum dan mendoakan maura “ya, ngk apa-apa semoga saja dia cepat memberikan kamu kepastian” 

“Saya harap juga begitu dan itu yang sedang ku tunggu-tunggu” maura dengan penuh harapan agar Erwin tidak hanya memberikan janji-janji. Perasaan Astika semakin sedih karena orang yang ia sukai ternyata mencintai sahabatnya, tidak ingin menunjukan wajah sedihnya kepada maura ia tetap senyum ketika maura memandangnya. “eh, aku boleh minta tolong ngk?” maura meminta tolong kepada astika, “hmmm, boleh” jawab astika dengan wajah tersenyum walau hatinya kecewa, “ini ada surat, kamu tolong kasih ke Erwin ya? Kamu kan teman dia juga..” memberikan surat kepada astika “tolong dikasih ya…” tetap tersenyum depan sahabatnya “ya udah nanti aku kasih” astika pamit dan meninggalkan maura, mencari Erwin memberikan surat itu.

Astika berjalan sambil terus melihat surat yang ia pegang karena tidak fokus ia menabrak temannya Erwin yang bernama Malon. Surat itu terjatuh di lantai, dengan cepat diangkat oleh astika, malon yang melihat astika terlihat agak sedih bertanya “kamu dari mana?...” astika dengan suara yang agak kecewa dan bingung “ngk apa-apa, eee… dari sebelah tadi, kamu lihat Erwin ngk.” “Itu dia, kenapa emangnya” karena tak berani bertemu Erwin ia menitipkan surat maura kepada malon “ini ada surat dari maura untuk Erwin tolong kamu kasih ya” tanya malon kebingungan “surat apa?...” “ngk tau surat apa kamu kasih aja” astika agak kecewa “ya udah” spontan di jawab malon. “trimakasih aku balik dulu” astika meninggalkan malon.
Berjalan malon bertemu Erwin yang sedang membaca buku di gazebo samping kampus, malon menyapa “hey Erwin..” melihat malon erwin berkata “eh, malon ada apa?” jawab malon “ini ada titipan surat dari astika katanya dari maura” Erwin terkaget mendengar nama yang disebut malon berkata “maura? Surat apa?” malon mengambil suratnya “tidak tau surat apa, baca saja” dengan pelan Erwin membuka surat itu dan membacanya.

untukmu lelaki yang kunanti yang Namanya selalu kusebut dalam do’aku aku berharap aku tidak hanya mengikatku dengan janji-janji yang palsu terlalu besar keinginanku untuk selalu hidup denganmu membuatku sulit membedakan apakah kamu bernar-benar serius padaku atau hanya sekedar main-main bersama segala do’a ku untuk mu aku sangat berharap agar engkau tidak mengiming-iming ku untuk meyakini kalau jodoh Tuhan pasti mempersatukan karena sesungguhnya tak ada satu orang pun di dunia ini yang dapat mengetahui dengan siapa kelak dia akan berjodoh kitalah yang diberikan kesematan untuk sama-sama berusaha memantaskan diri agar kita dijodohkan oleh-Nya kalau kau benar cinta maka pastikan untuk benar berusaha segera memuliakan diriku bukan mengulur-ukur waktu tanpa kepastian aku hanya ingin bermaksud untuk meyakinkanmu bahwa aku siap kemanapun kau akan membawaku aku tidak pernah takut jika kelak setelah menghalalkanku kamu akan mengajak mencicipi ketidaak punyaan kekurangan dan bagaimana rasanya hidup pas-pasan karena bagiku itu semua bukan persoalan”

Erwin lalu menutup surat itu dan bertanya pada malon yang tak paham hal ini, “maura sekarang diamana?” malon bingung sambil mengangkat kedua bahunya berkata “tidak tau, katanya disebelah” erwin lekas menutup tasnya “saya kebelah dulu” beranjak pergi menemui maura yang masih asyik duduk menulis di buku kesayangannya, sembari menikmati suasana kampus yang teduh. 
Tiba-tiba datanglah erwin berdiri di depan maura yang asyik menulis, merasa ada yang datang maura mengangkat wajahnya terkaget melihat didepannya ada erwin. Memegang bukunya lalu menjauhi erwin, teriak erwin “Maura… tunggu jawab saya maura, apa maksud dari surat ini? Kamu kan bisa bilang tidak perlu menggunakan surat lagi” maura memalingkan kepala namun tidak menengok erwin “karena surat itu adalah seribu satu cara untuk mengungkapkan isi hari saya. Terlalu lama saya menunggu” jawab maura. Erwin kemudian mencoba meyakinkan maura “tapi kan kamu tau sendiri saya masih kuliah belum ada pekerjaan” meyakinkan erwin “jika kamu takut akan hal itu maka jangan berikan aku harapan” 

kebingungan karena maura adalah orang yang erwin cinta erwin lalu bertanya “lalu apa yang harus aku lakukan?” jawab maura tak mau basa-basi “jika benar-benar mencintaiku hanya ada dua keputusan yang harus kamu ambil dan pilih salah satunya” erwin bertanya “apa itu?” maura menjawab “halalkan atau tinggalkan” erwin tak punya pilihan dan berkata kepada maura “aku tidak bisa menikah” maura dengan cepat memalingkan badannya dan berkata “harus bisa, atau aku dihalalkan orang lain”

Erwin terdiam sejenak lalu mengungkapkan rasa sayangnya kepada maura “tapi aku mencintaimu maura” maura tak lagi mebutuhkan kata itu “cinta sejati itu bukan tentang hati yang selalu bersama dalam hal yang tidak pasti. Cinta sejati itu adalah tentang siapa yang paling berani menemui waliku lalu berani mengatakan ingin ku lamar anak mu” pergi meninggalkan Erwin. 

Mencintaimu adalah perjuangan, bersamamu aku akan syukur dan bersabar, cinta seharusnya di abadikan dengan sebuah ikatan yang sah. Jika sudah siap maka halalkan jika tidak maka tinggalkan tanpa harapan yang palsu

Komentar