Maaf Ku Memilih yang Pasti

Maura yang menunggu kepastian dari erwin membuatnya tak lagi mempunyai harapan bahwa erwin benar-benar serius menanggapi perkataan itu untuk menghalalkannya, tidak hanya dengan perkataan ungkapan cinta… but, he will realy appreciate his love. Namun, sikap Erwin sungguh membuatnya kecewa. Erwin seolah tak menganggap perkataan maura sebagai suatu keseriusan inikah bukti cintanya kepada maura? Entahlah, maura memilih untuk menunggu. 

 Sebulan berlalu seakan tak terasa. Waktu menunjukan pukul 10:30 WIT, tepatnya di Gedung Fakultas ruangan administrasi mahasiswa, terdapat 3 laintai peratama Fakultas Syariah, lantai ke-dua Fakultas FEBI dan Fakultas Tarbiyah IAIN Fattahul Muluk Papua. Matahari belum menunjukan waktu sholat dzuhur, angin yang masih sejuk, udara yang segar enak di hirup, pegunungan di sekeliling kampus menambah keindahannya suasan kampus, di depan Gedung Fakultas kita bisa melihat danau sentani yang sangat luas di bentengi dengan gunung-gunung di sekelilingnya. Di bawah Gedung Fakultas terdapat Gedung Aula Terpadu dan di atas sebelas kiri bagian belakang Gedung ini ada Rektorat.

Di depan Gedung Fakultas Astika duduk memegang pena dan buku sembari menulis, beberapa menit kemudian Erwin berjalan dengan wajah yang serius sambil memegang hendphone seperti sedang mencari seseorang, melihat Astika yang duduk di depan Gedung lalu menghampirinya “astika?” jawab astika “eh, Erwin” menanyakan kabar erwin “apa kabar? Kamu dari mana saja? Ko’ sebulan ini ngk kelihatan?” menunduk malu seolah masih menyimpan rasa terhadap erwin, jawab erwin “saya alhamdulillah baik, kamu ngk lihat maura?” balas astika “maura?” ia terdiam dan hatinya berkata “ternyata erwin masih mengharapkan maura, rasanya sia-sia setiap malam kusebut Namanya disetiap do’aku jika pada akhirnya bukan aku yang ia pilih”

Malon baru saja tiba di kampus tepartnya ia berhenti di samping rektorat bawah pohon ia bertedu duduk diatas motornya dan sibuk menelpol seakan hendak mengantarkan sebuah surat undangan yang ia pegang untuk seseorang. Karena orang yang ia telfon tidak mengangkat ia mencari orang itu, menuruni tangga menuju Gedung kuliah terpadu untuk mencari orang tersebut. Lanjut erwin bercara kepada astika yang terdiam “astika, kamu kenapa ko’ diam,,, Kamu tau maura dimana?” balasnya sambil menunduk melihat buku “kalau maura aku kurang tau soalnya beberapa minggu ini aku ngk pernah lihat dia” erwin mengangguk kepala.

Malon melihat astika dan erwin sedang berbincang lisihnya “Erwin…” berhenti sejenak melihat udangan yang ia pegang dengan wajah yang bimbang, ia lalu menghampiri mereka. Erwin pamit kepada astika untuk mencari maura “ya udah, aku cari maura dulu” astika dengan wajah kecewa lisihnya “iya” tiba malon dihadapan mereka, berdiri tepat di depan erwin yang akan beranjak pergi mencari maura “eh, malon” sapa erwin, kemudian malon bertanya “kamu dari mana saja… ko’ menghilang tiba-tiba, tanpa kabar?” responya “ngk dari mana-mana… oh, ya,, aku lagi buru-buru nanti kita bicara lagi, astika sampai ketemu lagi aku jalan dulu…” 

Malon memanggil erwin yang beranjak mencari maura “erwin.. tunggu” balas erwin “ada apa malon” malon memberikan undangan itu kepada erwin “ini ada undangan” karena ia lekas pergi “nanti aku baca, soalnya aku lagi buru-buru” jawab malon dengan lisih “iya,,” ia hendak menjelaskan udangan tersebut namun ia tidak mempunyai kesempatan untuk itu. Malon dengan tatapan yang bimbang ingin menjelaskan apa kepada erwin,, setelah erwin tau. Dengan tenang ia bediri lalu terdiam melihat erwin untuk beberapa detik, kemudian menghela nafasnya dengan pelan,,  

Astika lalu bertanya kepada malon “itu undangan apa,,” balas malon “itu undangan pernikahan”… “oh ya, siapa yang menikah?” tanya astika... jawab malon “itu undangan saya dengan maura… terkaget “apa… kamu dan maura nikah?” lisihnya “ia tika, sebenarnya sudah lama aku menyimpan rasa untuk dia” medengar itu astika dengan nada berbeda seakan tidak ingin melihat erwin kecewa “trus, bagaimana dengan erwin? Bagaimana kalau dia tau” menoleh ke astika “trus bagaimana dengan kamu? Aku juga tau keputusanku akan ada hati yang terluka, tapi aku juga tau jika erwin dangan maura menikah maka tetap akan ada batin yang tersiksa dan kamu juga tidak bisa berbohong kamu juga punya rasa untuk erwin kan….?” Dorongan hati astika berkata ungapan yang iya ucap karena tidak ingin melihat erwin kecewa “tapi tidak caranya begini malon” malon dengan serius menanggapi ini “lalu adakah cara agar tidak ada hati yang terluka,, semua sudah terjadi, tugasmu sekarang adalah merebut hati erwin. Hadirkan cintamu sebagai obat untuk menghadirkan cintannya yang sedang rapuh,, ya sudah aku balik dulu” pamit pergi kepada astika “assalamualaikum”.. balasnya “waalalikumsalam” 

Astika hanya terdiam, tak ingin melihat hati orang yang ia cinta tersakiti, tetapi diam-diam ia mencintai erwin yang benar-benar terlihat tidak mencintainya sama sekali. Bimbang ingin berkata apa,, dan penuh pertanyaan apakah ia harus merebut hati erwin untuk mencintainya? Apakah erwin akan merelakan maura dan mulai mencintainya? Adakah tempat dihati erwin untuknya? Ataukah ia harus menunggu hingga erwin melupakan maura? Seolah itu mustahil, erwin mencintai maura bukan dirinya. 

Malon pergi menemui maura yang menunggu untuk di jemput, maura menunggu dan berdiri di bawah pohon rindang dengan suasana yang teduh, depan Gedung rektorat memandang keindahan alam, sejanak merintih hatinya mengucapkan kalimat-kalimat kata sesal yang pernah ia pejuangkan, rasanya tak percaya dengan semua ini, namun maura merasa keputusan yang ia ambil adalah bagian dari keragu-raguannya akan ungkapan erwin terhadapnya. Tersedu-seduh hati mengungkapkan.  

"Untuk mu yang pernah aku perjuangkan, trimakasih setidaknya meski kini kita sama-sama memilih untuk tidak saling terikat, tetapi segala yang pernah terjadi tetap kuanggap bagian dari ceritaku. Walau aku tau yang lalu tetap akan berlalu yang pergi sulit akan kembali, namun aku masih merasa beruntung telah menjadi kata pernah yang terselip dalam lembar kisah hidupmu. Meski tersadar berjuang sendirian ternyata adalah rasa sakit yang pernah ku rencanakan, yang pada akhirnya aku lebih memilih menyerah dan mengikhlaskan, dan berbahagialah dengan siapapun kau berjalan kelak lalu ketahuilah setelah ini aku akan belajar melupakan dari kata pernah meski sempat ku perjuangkan".

Tepat setelah kata hati maura mengucapkan kalimat itu, Erwin menghampirinya dari belakang, tampangnya erwin terlihat bahagia menemui maura. “maura,, assalamualaikum…” membuka perbincangan, balas maura “waalaikumsalam..” melihat maura sendirian di bawah pohon yang rindang erwin menanyakannya “kamu ngapain di sini?” jawab maura “aku hanya sejenak menenangkan pikiran” seolah ada yang berbeda dari maura ia mengira-ngira mungkin maura telah lama menunggu kepastian darinya… “emangnya kamu kenapa? Apa yang sedang kamu pikirkan” Lelah mendengar ungkapan-ungkapan erwin ia mengatakan “aku hanya heran, dan bahkan bingung dengan seorang lelaki yang tiba-tiba menghilang di saat aku menunggu kepastian dari dia dan tiba-tiba dia datang” menolehkan kepala tanpa melihat erwin “di saat hatiku di genggam oleh hati yang lain”

Terkaget dengan uacapan maura lalu mengungkapkan tujuan ia menemui maura “apa maksudmu maura, aku datang kesini untuk memberitahu mu bahwa aku sudah siap memenuhi permintaan mu aku Sudah siap melamarmu” maura terheran ia masih membelakangi erwin namun hanya bisa terdiam. Lisihnnya kepada erwin “kamu sudah terlambat erwin” cinta yang telah di sia-siakan dan meningkalkan luka dengan penuh perjuangan kini datang membawa harapan itu lagi, spontan erwin bertanya “apa maksudmu maura?”

Malon mendengar pertanyaan itu dari belakang menghampiri erwin lalu berkata “erwin,, aku minta maaf aku tak bermaksud melangkahi cintamu untuk maura dan undangan yang ada di tanganmu itu adalah undangan pernikahan aku dengan maura” maura medengar suara malon lalu berbalik menghampiri malon,, namun sejenak berhenti di samping erwin dan berkata “maafkan aku erwin” kemudian malon dan maura pergi meninggalkan erwin.

Rasanya sakit melihat teman dekatnya mengambil hati orang yang ia cintai, Ingin menangis namun hanya sia-sia saja,,, mugkin inilah keputusan yang maura ambil, jiwanya tergoncang dengan keputusan maura. Inikah cinta yang ia perjuangkan? Apakah semudah itu maura melupakannya?  Entah kemana hatinya akan ia berikan?, cintanya yang begitu kuat terhadap maura… membuat ia tak mudah menghadirkan cinta lain untuk mengisi hari-harinya, karena ia baru saja terluka. Hatinya kemudian berbisik seakan menangis

“aku tau kini kamu telah bahagia dengan seseorang yang telah kamu sayang namun aku hanya ingin mengatakan satu hal saja padamu aku ingin bilang trimakasih karena kamu telah membuat aku tersadar bahwa cinta itu adalah tentang saling memperjuangkan bukan hanya diperjuangkan dulu segala cara telah ku tempuh hanya bisa menenangkan hatimu tetapi semuanya seakan tak ada artinya bagimu hingga akhirnya rasa Lelah ini membuah aku menyadari bahwa yang telah ku lakukan memang tak ada gunanya mungkin kamu tidak akan pernah tau itu karena kamu sendiri tak pernah menghiraukan aku”




"Apa bila pandangan pertama wajah sang kekasih adalah seperti benih yang di taburkan oleh cinta dan ungkapan cinta kepadanya adalah seperti bunga pertama cabang kehidupan maka pernikahan adalah buah yang tumbuh dari benih terkemuka"
    
    

Komentar